Dalam dunia bisnis, hutang piutang adalah hal yang biasa. Istilah umumnya adalah payment term pembelian/penjualan. Perusahaan cenderungan untuk memperlama pembayaran hutang dan mempercepat pencairan piutang, agar lebih leluasa mengelola kas. Agar tidak terlena karena merasa memegang kas banyak, maka kita harus rajin memonitor rasio keuangan terkait likuiditas, agar bisnis aman dan potensi pengembangan bisa diraih.
Beberapa rasio likuiditas* yang sering digunakan adalah:
- Rasio Kas (cash ratio) = (kas + setara kas) : hutang lancar.
- Rasio Cepat (quick ratio atau acid test ratio) = (harta lancar - persediaan) : hutang lancar.
- Rasio Lancar (current ratio) = harta lancar : hutang lancar.
Bila rasio likuiditas terlalu rendah, artinya perusahaan dalam posisi kesulitan membayar supplier-nya, sehingga kelangsungan bisnisnya terancam. Pada titik ini manajemen harus serius untuk mengusahakan pendanaan tambahan agar kepercayaan dari supplier terjaga. Satu dampak dari telat bayar adalah payment term yang dipersingkat atau bahkan harus bayar cash sebelum barang diterima.
Berapakah rasio likuiditas yang ideal?
Untuk mendapatkan rasio likuiditas yang ideal, kita perlu memperhatikan rasio likuiditas dari industri yang sejenis dan seukuran (cross sectional) dan rasio likuiditas tahun-tahun sebelumnya (time series).
Tidak ada rasio ideal yang bisa diterapkan ke semua jenis bisnis, karena bisnis memiliki karakter-nya masing-masing seperti jangka waktu pembayaran yang berbeda, jumlah persediaan minimal yang harus ada atau pun seberapa cepat perputaran persedian, piutang dan hutang. Tetapi panduan umum untuk cash ratio adalah dijaga minimal 1; artinya uang kas yang tersedia sama dengan total hutang yang akan jatuh tempo, agar perusahaan tetap dipercaya oleh supplier karena pasokan bahan baku/barang dagang selalu terjaga.
* Likuid atau lancarnya harta dan kewajiban ditunjukkan dengan kecepatan untuk dikonversi menjadi uang tunai. Semakin cepat menjadi uang tunai, artinya semakin lancar/likuid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar